Rabu, 30 Desember 2009

Bagi Keuntungan Usaha antara Pemodal dan Pengelola

Tanya :

Saya mempunyai usaha bengkel motor dan mobil. modal usaha tersebut 100% dari teman saya, sedangkan saya yang mengelolanya. Selama ini pembagian keuntungan dengan perbandingan 50:50. Namun saya merasa hal itu kurang adil, mengingat sayalah yang membuat usaha itu terus maju dan berkembang sampai sekarang. Menurut anda dengan angka perbandingan keuntungan tersebut, mengingat apabila usaha tersebut menghadapi masalah, sayalah yang menanganinya hingga tuntas, bagaimana sebaiknya supaya sama-sama merasa adil?

Jawab :

Kerjasama usaha kerap menimbulkan masalah yang dikemudian hari dari segi bagi hasilnya, terutama jika salah satu pihak merasakan ketidakpuasan atau keadilan dari partnernya. Di satu sisi, seorang pengelola akan merasa bahwa dialah yang paling berjasa dalam mengembangkan usaha ini, sedangkan si pemodal tinggal duduk santai dan mendapatkan hasil. Di sisi lain seorang pemodal juga merasa berjasa, karena kalau usaha ini tidak dimodali olehnya, maka usaha ini tidak akan pernah ada. Saya tidak bermaksud menyalakan siapa-siapa, tapi mengajak Anda untuk melihat sudut pandang kedua belah pihak.
Besaran bagi hasil memang diserahkan pada kesepakatan kedua belah pihak, tidak ada rumus bakunya harus sekian persen untuk salah satu pihak. Tapi biasanya, jika usaha usaha itu adalah padat modal, maka posisi tawar menawar pemodal jadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika usaha itu padat karya, butuh keahlian khusus, maka pengelola memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi besaran bagi hasil adalah apakah bagi hasil itu adalah satu-satunya penghasilan yang Anda terima, atau Anda masih menerima gaji rutin. Dan dilihat juga sebatas mana tanggungjawab pengelolaan dalam usaha tersebut.
Nah, saya jadi ingin menanyakan pernyataan Anda, kalau bisnis ini ada masalah maka Anda yang menyelesaikan secara tuntas. Apa ini maksudnya? kalau masalah yang dihadapi adalah masalah teknis, seperti pelanggan yang komplain, minta garansi perbaikan atau sparepart, tentu saja ini adalah bagian dari tugas seorang pengelola. Namun jika perlu mengeluarkan biaya, tentunya menjadi beban dari usaha, bukan beban pribadi pengelola. Dan kalau terjadi rugi usaha yang wajar, maka yang harus merogok kocek untuk menutupi kerugian itu adalah pemodal, bukan pengelola.

Ahmad Gozali
Konsultan Perencanaan Keuangan
PU 11-14 November 2009
read more...

Rabu, 25 November 2009

Memulai Usaha Sablon dan Digital Printing Bisa Tanpa Modal

Bisnis sablon dan digital printing merupakan salah satu bisnis yang tidak akan pernah mati. Betapa tidak, selama masih diperlukan publikasi, sablon dan digital printing masih menjadi usaha yang menjanjikan. Selain publikasi berbagai jenis produk mampu dihasilkan dari usaha ini. Misal saja mesin sablon kaos, poster, spanduk, berbagai souvenir seperti mug, pin, payung, undangan yang banyak diperlukan oleh perusahaan, instansi pemerintah dan juga masyarakat luas.

Sebelum memasuki era digital printing seperti yang saat ini marak digunakan untuk membuat poster, kaos partai, souvenir tersebut. Awal bidang percetakan ini dimulai dengan cetak offset (konvensional) dengan menggunakan film. Seiring perkembangan teknologi, bsinis percetakanpun semakin efisien, cepat dan lebih mudah terutama setelah hadirnya digital printing karena tahapan pembuatan film, plat dan pengadukan tinta sudah tidak dilakukan lagi.

Teknologi terbaru di bidang offset tersebut dengan Computer To Plate (CTP), yaknik mencetak desain gambar dari komputer langsung ke media datar seperti kertas. Untuk jumlah setiap kali produksi sekitar 100-200 seperti untuk pembuatan spanduk, banner, baliho, stiker, kaos dan undangan dengan bahan baku plastik, kertas, kain. Sedangkan offset printing / offset digital dipakai untuk percetakan yang oplah hingga ratusan ribu seperti buku, majalah, poster, surat kabar, brosur. Sehingga dengan digital pelaku usaha mampu menerima orderan meskipun dalam jumlah sedikit.

Kiat Memulai Usaha
Untuk memulai usaha digital printing sangat sederhana. Bahkan bisa tanpa modal dan sarana yang besar seperti mesin cetak yang harganya mencapai puluhan hingga ratusan juta. Cara yang dapat dilakukan adalah mulai menerima orderan dari orang-orang terdekat seperti pembuatan atau cetak spanduk, brosur, dan leaflet. Setelah membuatkan desain sesuai keinginan pemesan, Anda dapat membawa orderan tersebut ke salah satu percetakan. Cara demikian dapat dilakukan apabila ingin memiliki usaha tanpa modal, hanya saja perlu tekad dan kemauan yang kuat.
Jika Anda telah memiliki beberapa jaringan konsumen yang potensial dan sedikit mengenal bidang percetakan, lambat laun Anda bisa memulai usaha percetakan sendiri dengan membeli peralatan sablon dengan mulai dari harga yang paling murah seperti mesin sablon press untuk gelas, kaos, pin, topi, yang kini tengah diminati untuk souvenir.
Metode demikian banyak dilakukan beberapa pelaku usaha sablon dan digital printing yang kini usahanya makin membesar. Yang penting kepercayaannya dan memberikan hasil cetakan yang memuaskan pelanggan. Bagi pelaku usaha, Anda dapat meminta uang muka di setiap transaksi dengan pelanggan. Uang tersebut bisa digulirkan untuk operasional dan membayar uang muka ke percetakan.


Cecep Gunawan
Ketua Jurusan Teknik Grafika dan
Percetakan Politeknik Negeri Jakarta
Kampus Baru UI Depok Jakarta
Telp. 021 - 7270036
Fax. 021 - 7270034
read more...